GUNS N’ ROSES, LEGENDA ROCK N' ROLL DARI HOLLYWOOD

GUNS N’ ROSES
Adi Waluyo Putro
image
Guns N’ Roses after fifteen hours filming the Sweet Child O’Mine video in Los Angeles 1988 (Photo: Robert John)

MALAM itu, awal 2012, di sebuah hotel di Los Angeles, Jeff Isbell dengan setia menunggu teman lamanya. Ada sesuatu yang hendak dibahas bersama sobat karibnya semenjak SMA itu. Sudah berjam-jam ia duduk sendiri di lobby, namun sahabat yang dinantikannya tak kunjung tiba. Hembusan angin musim dingin yang kian lama makin menusuk membuatnya bosan menunggu, ia pun memutuskan pulang kembali kerumah.

Jeff Isbell atau lebih dikenal sebagai Izzy Stradlin, sengaja mengatur pertemuan dengan sobatnya, Bill Bailey, malam itu untuk membahas masalah reuni group mereka, Guns N’ Roses. Band yang mereka bentuk di Hollywood dua puluh tujuh tahun silam itu, akan mendapatkan anugerah Rock N’ Roll Hall of Fame beberapa bulan lagi, dan Izzy ingin bisa tampil bersama dengan bekas rekan-rekan satu group-nya dan mengucapkan terima kasih kepada fans.

Namun Bill Bailey, yang lebih tersohor dengan nama Axl Rose, punya pendapat lain. Dalam surat yang dikirimkannya kepada dewan panitia Rock N’ Roll Hall of Fame, dengan tegas ia menyatakan tidak akan hadir di malam acara penganugerahan gelar paling bergengsi di dunia musik rock tersebut.

Formasi classic lineup Guns N’ Roses tak bertahan lama, setelah Steven Adler dipecat tahun 1990, Izzy memutuskan hengkang di tahun berikutnya setelah album Use Your Illusion dirilis. Beberapa tahun kemudian, Slash dan Duff juga memutuskan keluar dari grup yang telah membesarkan nama mereka itu.

Ketika nama Guns N’ Roses diumumkan sebagai inductee Rock N’ Roll Hall of Fame, jutaan fans Guns N’ Roses begitu antusias dan berharap pahlawan rock n’ roll mereka bisa bersatu kembali di momen penting tersebut.

image
Guns N’ Roses at Rock and Roll Hall of Fame 2012 (Photo: PA Images / Pinterest)

Hanya tiga orang personel dari original lineup yang hadir di malam induksi Rock N’ Roll Hall of Fame Guns N’ Roses di Cleveland, Ohio pada 14 April 2012; Slash, Duff, dan Steven. Personel Guns N’ Roses dari formasi selanjutnya, Matt Sorum dan Gilby Clarke, juga ikut hadir.

Satu persatu mereka maju ke podium memberikan sepatah kata, mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah berjasa membantu Guns N’ Roses di awal mereka berdiri, dan kepada fans atas dukungan mereka selama ini.

Bagi personel Guns N’ Roses yang datang malam itu, mengenang masa-masa dua puluh tujuh tahun silam, saat mereka masih hidup di jalanan Hollywood berjuang meraih mimpi, hingga band yang mereka dirikan akhirnya bisa sejajar dengan the Rolling Stones dan Led Zeppelin, band-band idola mereka, adalah momen yang mengharukan. Solo gitar Slash di lagu “Sweet Child O’Mine” di penutupan acara terdengar seperti menangis.

Guns N’ Roses Sweet Child O’ Mine video in Rock and Roll Hall of Fame

Penghargaan Rock N’ Roll Hall of Fame diberikan kepada musisi yang telah berkarya lebih dari dua puluh lima tahun, terhitung sejak album pertama dirilis, dan karya mereka mempunyai pengaruh yang luas di seluruh dunia.

Bila angka penjualan 100 juta keping album dijadikan patokan, maka Guns N’ Roses telah mengantonginya. Sejak album terakhir Chinese Democracy dirilis pada 2008, angka itu terus bertambah. Dan sampai saat ini, album-album Guns N’ Roses masih terus dipajang di rak-rak CD di outlet-outlet musik di seluruh dunia.

Setiap hari, entah di belahan dunia mana, akan ada anak-anak muda yang merasa terhubung dengan musik Guns N’ Roses. Akan ada sekumpulan remaja yang dengan antusias membahas album Appetite for Destruction seolah mereka baru saja menemukan harta karun. Akan ada gitaris-gitaris muda yang sedang bermain gitar dalam kamar sambil berangan ingin menjadi seperti Slash.

Bahkan sampai di pasar tradisional (flea market) nun jauh di atas gunung, di tempat paling terpelosok di planet ini, akan dapat ditemui video konser Guns N’ Roses di tengah-tengah deretan DVD bajakan.

Guns N’ Roses telah berhasil ‘mencuri’ hati generasi muda, atau mereka yang pernah merasa muda. Musik mereka yang tak bernada menggurui membuat anak muda merasa nyaman menemukan diri mereka sendiri. Dan bagi band-band dari generasi yang sesudahnya, Guns N’ Roses adalah rocker yang dituakan dan dihormati, an elderly rock state men, yang menjadi sumber inspirasi mereka dalam bermusik.

image
Guns N’ Roses, 1987 (Photo: Mark Weiss)

Satu hal yang bisa dipetik dari Guns N’ Roses, sejak awal berdiri, mereka tidak pernah berniat menjadi idola remaja dengan menjual penampilan dan lagu-lagu balada yang manis. Mereka bermain musik dan menulis lagu sebagai perwujudan dari integritas diri mereka sendiri, bukan untuk mencetak hits dan menjadi terkenal.

Duff McKagan, sang bassist, dalam pidatonya di acara Rock N’ Roll Hall of Fame malam itu, mengisahkan saat pertama kali mereka berkumpul di lorong kecil di jalanan belakang Hollywood.

“Kami belajar bagaimana menulis lagu bersama. Kami menulis tentang kebrutalan dan keindahan, dan menyampaikan kebenaran, sekaligus di saat yang sama. Kami menulis (lagu) untuk diri kami sendiri. Kami tak punya penonton. Kami memainkan pertunjukan pertama, dan orang mulai datang melihat pertunjukan kami. Ketika (musik) kami semakin berkembang, semakin banyak orang yang datang. Saya tak tahu apakah mereka merasa terhubung dengan kami atau lagu-lagu kami menyentuh hati mereka.”

Sementara itu, di saat yang sama, di sebuah villa di Ojai (baca: ou-hai), sebuah kota kecil di California, di kaki pegunungan Topatopa, 80 mil sebelah utara Los Angeles, Izzy Stradlin sedang sibuk mengganti channel TV mencari laporan cuaca, menunggu waktu yang tepat untuk berselancar.

image
Izzy Stradlin (Photo: Pinterest)

PERDAMAIAN YANG MEMBAWA BERKAH

DALAM temaram cahaya lampu di sebuah kamar, duduklah dua orang laki-laki. Di tengah kepulan asap rokok yang memenuhi isi ruangan, alunan musik old blues terdengar lewat seperangkat stereo di ujung ruangan.

Orang tua yang duduk di sofa dengan tenang memperhatikan dengan seksama sang pemuda yang duduk dengan kikuk didepannya. Cahaya lampu yang berpendar di wajah si orang tua menampakkan garis-garis dan kerutan, lambang perjalanan hidupnya yang berliku dan panjang.

Beberapa saat berlalu dalam keheningan sampai si orang tua membuka mulut memulai pembicaraan. Dari saku celana jeans usang yang membungkus kakinya yang langsing, ia mengeluarkan sebuah pisau butterfly. Jemarinya yang kurus dengan lihai memainkan pisau, sementara sepasang mata dari balik wajah keriputnya menyorot dengan tajam ke arah sang pemuda.

Tiba-tiba sang pemuda tersentak kaget ketika si orang tua menghujamkan pisaunya ke meja kecil dihadapannya. Dengan gugup sang pemuda berkata pelan, “Ummm…okay.”

Malam semakin larut dan obrolan dua orang pria yang tertaut jarak dua puluh dua tahun itu berlanjut ke sebuah bar. Sang pemuda tampaknya sedang galau dan resah, ia tak begitu berminat ketika si orang tua mulai menceritakan kisah-kisah kejayaannya di masa muda, sampai melantur ke soal penjara dan obat bius.

Akhirnya sang pemuda memberanikan diri mengutarakan apa yang selama ini membebani hatinya. Kepada si orang tua ia menjelaskan bahwa ia ingin keluar dari group band-nya. Ia telah mencoba berbagai cara untuk terus bersama namun selalu menemui jalan buntu. Sudah tak ada lagi keharmonisan dengan rekan satu groupnya, persahabatan yang telah mereka jalin sekian lama mulai memudar.

Di sisi lain, ia juga mengaku tak akan sanggup menerima kenyataan seandainya ia betul-betul keluar, seperti menjual nyawa sendiri rasanya.

image
Axl Rose and Slash, Rock in Rio 1991 (Photo: Kevin Mazur)

Si orang tua dengan sabar menyimak curahan hati sang pemuda. Ia pun meneguk minumannya dalam-dalam ketika sang pemuda selesai bicara. Kemudian dengan penuh keyakinan, ia menepuk bahu sang pemuda dan menatap matanya. “Dengar,” katanya bijak. “Hanya ada satu hal yang tak akan pernah kamu lakukan… jangan pernah kamu pergi.”

Mereka berdua, si orang tua dan sang pemuda, sama-sama lead guitarist di dua band paling penting dalam sejarah music rock n’ roll, the Rolling Stones dan Guns N’ Roses. Ya, mereka adalah Keith Richards dan Slash.

Nasihat Keef, sapaan akrab Keith Richards, tak mampu meredakan kebimbangannya. Slash semakin terjebak dalam dilema yang tak berkesudahan. Hingga di suatu pagi di bulan September 1996, ia beranjak dari tempat tidur dengan mata yang lelah akibat mimpi buruk yang menghalau tidurnya. Keringat dingin pun mulai menetes dari tubuhnya ketika ia memutar nomor telepon Doug Goldstein, manajer Guns N’ Roses waktu itu, dan mengatakan bahwa ia keluar dari Guns N’ Roses.

image
Slash, 1995 (Photo: Robert M. Knight)

BANYAK yang menganggap era tur Use Your Illusion sebagai masa puncak kejayaan Guns n’ Roses. Dalam rangkaian tur panjang, yang dimulai dari penampilan historic mereka di Rock in Rio II pada 20 & 23 Januari 1991 dan berakhir dua setengah tahun kemudian di Buenos Aires, Argentina pada 16 & 17 Juli 1993 itu, Guns N’ Roses telah tampil di 194 pertunjukan di 27 negara.

Dua penghargaan sekaligus di ajang World Music Award tahun 1993 sebagai World’s Best Selling Hard Rock Artist of the Year dan World’s Best Group pun menjadi highlight kesuksesan karier mereka di dunia musik. Saat itu, bisa dikatakan hampir tak ada anak muda di dunia ini yang tak mengenal siapa Guns N’ Roses.

image
Guns N’ Roses live at Estadio Universitario de Monterrey, Mexico, 27 April 1993 (Photo: monterreyrock.com)

Tak ada yang kekal memang di dunia ini. Kejayaan akan selalu dipergilirkan dan berpindah tangan, kemenangan dan kekalahan akan datang silih berganti. Seiring padamnya lampu stadion River Plate, Argentina yang menerangi panggung Guns N’ Roses di pertunjukan pamungkas tur Use Your Illusion, bintang yang menyinari band bergelar The Most Dangerous Band in the World ini pun mulai redup.

Kembali ke Los Angeles dan menjalani ‘kehidupan domestik’ yang lumrah bagi kebanyakan orang menjadi suatu tantangan tersendiri bagi para the gunners yang telah sekian lama terbiasa hidup di tengah-tengah hingar bingar kehidupan panggung rock n’ roll.“Tiba-tiba hanya ada angin dan rumput ilalang,” jelas Slash tentang perubahan drastis ritme hidup yang mereka alami.

Untuk mengisi kevakuman, Geffen Record pun merilis album The Spaghetti Incident? 23 November 1993, yang berisi cover version lagu-lagu lawas favorit para personel Guns N’ Roses. Sebetulnya sebagian lagu di album ini telah direkam sejak masa rekaman album Use Your Illusion bersama Izzy Stradlin.

Guns N’ Roses kemudian merekam ulang track Izzy dan menggantinya dengan Gilby Clarke secara on the fly dari tahun 1992 sampai 1993, di tengah padatnya jadwal tur Use Your Illusion.

Memasuki tahun 1994, Guns N’ Roses sudah mulai menulis dan mengumpulkan materi untuk album baru mereka secara sporadis. Di saat yang sama, konflik internal di tubuh Guns N’ Roses pun kembali memanas. Situasinya mungkin hampir seperti yang terjadi saat pembuatan album Use Your Illusion.Namun badai prahara yang mengguncang Guns N’ Roses kali ini berlangsung lebih hebat.

Dan bukannya berujung kreatif (seperti yang biasanya mereka lakukan) dengan terciptanya sebuah album, badai kali ini benar-benar memporak-porandakan Guns N’ Roses.

Satu-persatu personel Guns N’ Roses mulai angkat kaki.Dimulai dari Gilby Clarke yang tak diperpanjang lagi kontraknya, kemudian keluarnya Slash di tahun 1996, yang disusul oleh Duff dan Matt di tahun berikutnya. Selain Dizzy Reed, sang keyboardist yang bergabung sejak era album Use Your Illusion, praktis hanya tinggal Axl Rose seorang, the founding member yang masih tersisa.

image
Guns N’ Roses live at Freddie Mercury Tribute Concert, Wembley Stadium London UK, 20 April 1992 (Photo: Getty Images)

MENJELANG abad 21, peta dunia musik pun mulai mengalami pergeseran dan rock n’ roll tak lagi menjadi pusat gravitasinya.

Namun para the gunners adalah musisi tulen, jadi headline atau tidak, mereka tetap bermain musik, yang telah menjadi pilihan mereka sejak awal.

Mereka tak peduli bila harus manggung di club kecil, indoor arena, atau di venue yang mungkin tak semegah seperti di masa kejayaan Guns N’ Roses. Mereka tak peduli apakah album mereka bakalan laris di pasar, mereka tetap menuangkan kreatifitas lewat musik, dengan cara mereka masing-masing.

Setelah lebih dari tujuh tahun absen, Guns N’ Roses akhirnya kembali tampil di atas panggung di House of Blues, Las Vegas pada 1 Januari 2001. Dengan dukungan Dizzy dan personel-personel anyar yang baru direkrutnya, Axl melanjutkan kembali mimpinya untuk membuat album baru Guns N’ Roses.

Bukan pekerjaan yang mudah memang, apalagi bila melihat ke belakang, di mana album-album Guns N Roses sebelumnya telah mencetak puluhan platinum dan layak dianggap sebagai rock n’ roll masterpiece. Diakui atau tidak, tentunya hal itu menjadi tantangan berat buat Axl.

Saking lamanya proses pembuatan album Chinese Democracy, bahkan sempat beberapa kali dilakukan penjadwalan ulang tanggal rilis, pada 26 Maret 2008, Dr Pepper, sebuah perusahaan minuman bersoda di Amerika, mengumumkan lewat media bahwa mereka akan memberikan sekaleng Dr Pepper gratis kepada seluruh warga Amerika, kecuali Slash dan Buckethead, apabila album Chinese Democracy diluncurkan tahun itu juga.

Lewat website official Guns N’ Roses, Axl Rose mengungkapkan keterkejutannya atas ‘dukungan’ dari Dr Pepper, sambil menambahkan bahwa ia akan berbagi Dr Pepper miliknya dengan Buckethead, karena ada beberapa sampel permainan gitaris eksentrik itu di album Chinese Democracy.

Dan ketika Chinese Democracy akhirnya betul-betul dirilis pada 23 November 2008, Dr Pepper pun menyatakan kesanggupan mereka untuk memenuhi janjinya.Namun beberapa hari kemudian, mereka harus menghadapi tuntutan dari pengacara Guns N’ Roses karena terbukti kewalahan dalam pembagian distribusi kupon Dr Pepper ke seluruh warga Amerika.

Axl Rose cukup berbesar hati dalam menyikapi persoalan ini. Dalam sebuah forum tanya jawab online dengan fans, ia mengatakan telah memerintahkan pasukan pengacaranya untuk melupakan masalah Dr Pepper, dan menganggap masalah tersebut sebagai ‘a non issue.’ Ia mengatakan bahwa Guns N’ Roses lebih baik fokus pada peluncuran album Chinese Democracy.

image
Axl Rose (Photo: Pinterest)

Butuh waktu hampir sebelas tahun, sejak Axl Rose masuk Rumbo Recorders studio di awal 1998, sampai ia betul-betul yakin album studio ke-6 Guns N’ Roses Chinese Democracy siap diluncurkan. Apapun akan dilakukannya sampai apa yang diinginkannya dalam album tersebut dapat terwujud, berapa pun biayanya / at any cost (literally). Butuh biaya mencapai USD13 juta hingga Chinese Democracy akhirnya dirilis bulan November 2008, menjadikannya sebagai salah satu album termahal sepanjang masa.

Sementara itu, kehidupan para mantan personel Guns N’ Roses yang lain juga tak kalah serunya. Steven Adler, setelah bertahun-bertahun tenggelam dalam obat bius dan harus berulang kali masuk rehab, akhirnya bangkit dan bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Ia pun mendirikan band solonya, Adler.

Izzy Stradlin, yang hidupnya terbebas dari jadwal, malah justru semakin kreatif menulis lagu. Tak tanggung-tanggung, 11 album telah dirilisnya sejak keluar dari Guns N’ Roses. Sesekali waktu ia pun melakukan tour di club-club di Eropa dan Jepang bersama band solonya.

Bersama Steve Jones, gitaris Sex Pistols, Duff McKagan membentuk Neurotic Outsiders. Hanya dua tahun band itu bertahan, kemudian bersama band barunya, Loaded, Duff telah merilis tiga album dan manggung di berbagai negara.Ia juga bergabung dengan proyek supergroup garapan Matt Sorum, King of Chaos, yang beranggotakan rocker-rocker veteran, mulai dari Steven Tyler (Aerosmith), Joe Elliott (Def Leppard), Billy Gibbons (ZZ Top), sampai Gilby Clarke, dan Slash

Slash, sang gitaris yang tak bisa diam, setelah keluar dari Guns N’ Roses semakin mengukuhkan namanya sebagai seorang guitar virtuoso, menyejajarkan diri di antara para idolanya dulu; Jimmy Page, Joe Perry, Jeff Beck, dan gitaris-gitaris legenda lainnya.

Sumber inspirasinya seolah tak pernah berhenti mengalir sehingga ia selalu aktif dalam banyak proyek. Mulai dari band solo pertamanya, Slash’s Snakepit dan Slash’s Blues Ball, kolaborasinya dengan puluhan musisi yang berbeda genre, membuat scoring film, reinkarnasinya bersama Duff McKagan dan Matt Sorum di Velvet Revolver, hingga menggandeng musisi-musisi papan atas untuk tampil di album solonya.

Dan di tengah kesibukannya tur keliling dunia bersama Myles Kennedy &The Conspirators (proyek solo terakhirnya), Slash juga masih menyempatkan diri untuk memproduseri film horror.

image
Axl Rose and Slash onstage during Use Your Illusion tour 1991 (Photo: George Chin)

SEBUAH band bisa diibaratkan seperti sebuah molekul, persenyawaan dari atom-atom yang menyusunnya, setiap personel membawa elemen-nya masing-masing dan akhirnya membentuk warna band itu sendiri.

Namun tak bisa dipungkiri, image Guns N’ Roses memang terpusat pada dua sosok sentral, sang frontman Axl Rose, dan sang gitaris Slash. Walau keduanya sama-sama punya karakter yang kuat, namun sebetulnya mereka saling membutuhkan.

Sebab-sebab retaknya hubungan antara Axl dan Slash dapat ditemui di ratusan artikel yang tersebar di internet atau di buku-buku biografi personel Guns N’ Roses. Namun layaknya sebuah hubungan, apa yang sesungguhnya terjadi hanya Axl Rose, Slash dan orang-orang terdekatlah yang tahu. Di luar itu, orang lain hanya bisa menebak-nebak dan memberikan komentarnya masing-masing.

Dan seiring waktu, sentimen untuk bersatunya kembali dua orang sahabat ini terus berhembus.Sebuah harapan utopis (pada saat itu) yang datang dari kalangan purist, pendukung setia classic lineup Guns N’ Roses hingga formasi album The Spaghetti Incident?

Sementara mereka yang bisa move on, cukup puas melihat aksi Axl Rose dan formasi baru Guns N’ Roses bisa tampil membawakan lagu-lagu kesayangan mereka.

Tak ada yang salah di antara kedua kubu fans setia Guns N’ Roses tersebut.Masing-masing punya pendapat dan selera yang sama-sama valid.Dan rasanya tak ada yang perlu diperdebatkan, karena sejak kapankah pendapat manusia bisa seragam?

image
Guns n' Roses performed at The Music Machine, Los Angeles, 20 December 1985. “Nightrain” was performed live for the first time that night(Photo: Marc Canter)

SEMINGGU sebelum acara induksi Guns N’ Roses di Rock N’ Roll Hall of Fame, puluhan wartawan mengerubungi Axl Rose saat ia baru keluar dari Chateau Marmont, sebuah hotel mewah antik di kawasan Hollywood, bersama Lana Del Rey.

Seorang reporter memberanikan diri bertanya kepada Axl, apakah ada kemungkinan ia melakukan tour reuni dengan bekas teman-teman satu groupnya. Dengan santai dan tanpa keraguan, Axl Rose menjawab, “Not in this lifetime.”

Jawaban spontan Axl itu membuat impian jutaan fans agar formasi klasik Guns N’ Roses bisa bersatu kembali semakin pupus.

Semenjak pernyataan resmi dari Axl Rose bahwa Slash sudah keluar dari Guns N’ Roses pada 31 Oktober 1996, praktis sudah tidak ada kontak (langsung) lagi di antara mereka berdua.

Namun Axl dan Slash, termasuk personel-personel yang lain, masih sama-sama punya kepentingan yang sama di Guns N’ Roses, yaitu dalam hal pembagian royalty album dan penjualan merchandise. Hingga secara tak langsung mereka masih terhubung, walaupun lewat pengacara masing-masing.

‘Perang dingin’ antara keduanya mulai mencair saat Guns N’ Roses dan Slash sama-sama menggarap live video; Appetite for Democracy 3D dan Slash Live at the Roxy 9.25.14 pada pertengahan 2014. Saat itu pengacara dari kedua belah pihak saling menghubungi untuk meminta persetujuan dari Axl Rose dan Slash, karena masing-masing memiliki hak cipta di lagu-lagu klasik Guns N’ Roses.

Di mata para pengamat musik, langkah tersebut adalah hal biasa dalam dunia bisnis.Namun tak banyak yang tahu bahwa sebuah peristiwa besar dalam sejarah band tersebut sedang berlangsung.

Guns N’ Roses masih seperti dulu, tak peduli seberapa besar dan populernya mereka kini, band tersebut selalu diliputi misteri. Guns N’ Roses hampir selalu menghindar dari sorotan media, paparazzi, dan tampil glamor ala selebritas di red carpet. Axl Rose lebih memilih menggelarnya di atas panggung, seperti dalam video klip Estranged. Apa yang terjadi di balik panggung, hanya lingkaran orang dalamlah yang cukup tahu.

Butuh waktu setahun lebih sampai puzzle yang menyusun the road to reunion terungkap sempurna.

image
Guns N’ Roses, live at the Marquee Club in London, 28 June 1987 (Photo: Getty Images)

Di penghujung tahun 2014, Ron ‘Bumblefoot’ Thal, gitaris yang telah bergabung dengan Guns N’ Roses selama delapan tahun ini mengatakan dalam sebuah konferensi pers, bahwa dirinya sedang fokus pada proyek musiknya sendiri. “Saya yakin akan menjadi tahun yang menarik – bagi Guns, bagi saya, bagi semua orang. Kita lihat apa yang akan terjadi di 2015.” Sebuah pesan samar yang mengisyaratkan bahwa ia sudah tak lagi bersama Guns N’ Roses

Pada 6 Februari 2015, Slash mengucapkan selamat ulang tahun untuk Axl Rose lewat twitter. Sebuah tweet sederhana, Happy Birthday @AxlRose iiii]; )’, yang menggemparkan dunia musik, mengingat dua orang sahabat ini sudah tak pernah bertegur sapa lagi selama hampir dua puluh tahun.

Kemudian dalam wawancara dengan CBS This Morning di awal Mei, Slash menjelaskan perihal rumor mengenai dirinya telah berbaikan dengan Axl, “Kami sudah lama tak bicara, ketegangan di antara kami sudah mulai mencair.Kami sudah tidak ada masalah lagi.(Keretakan hubungan kami) bukanlah sesuatu yang kontroversial, yang terus dibesar-besarkan oleh media.”

Sang presenter pun langsung menyambar dengan pertanyaan yang paling ditunggu-tunggu, yaitu soal reuni classic line up Guns N’ Roses, dan Slash menjawab diplomatis, “Saya harus berhati-hati dalam menjawab pertanyaan itu. Maksud saya, jika semua ingin melakukannya dan untuk alasan yang tepat, saya kira fans akan menyukainya. Saya pikir itu sesuatu yang seru untuk dicoba.”

Sampai di bulan Juli, saat DJ Ashba dan Bumblefoot dengan resmi menyatakan berhenti dari jabatan mereka sebagai gitaris Guns N’ Roses, masih belum ada yang berani mengklaim bahwa formasi klasik Guns N’ Roses bersatu kembali. Banyak fans yang harap-harap cemas, tak berani berkomentar karena takut Axl Rose akan langsung mengeluarkan pernyataan yang akan kembali mengubur harapan mereka.

Sebulan kemudian, Slash memberikan konfirmasi kepada sebuah media Swedia, Aftonbladet, bahwa ia dan Axl Rose telah mulai bekomunikasi. “Mungkin sudah terlalu lama (kami tak bicara), tapi (hubungan kami) pada saat ini sangat baik…menyingkirkan energi negatif yang telah berlangsung lama.”Tetapi ia masih berkelit ketika menjawab soal kemungkinan reuni Guns N’ Roses, “Saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu.Kita ganti pembicaraan saja, (reuni) itu (topik) yang sudah usang.”

Sebetulnya bila disimak dengan teliti, camp Guns N’ Roses-lah yang paling dulu memberikan isyarat tentang bersatunya kembali Axl Rose dan Slash di akun facebook official mereka, ketika foto Slash muncul di samping foto Axl Rose (sesuatu yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya) dan DJ Ashba dalam posting ucapan selamat tahun baru 2015.

Kemudian masih di bulan yang sama, mereka me-repost tweet Del James yang menampilkan foto Del James di pit dan Slash di atas panggung saat konser Guns N’ Roses di Tokyo Dome tahun 1993. Sang admin pun menulis caption, “#DoYouSeeWhoISee,” di posting #TBT (Throw Back Thursday) tersebut.

Del James sendiri, sebagai long time confidant (orang kepercayaan lama) Axl Rose dan road manager Guns N’ Roses, tanpa basa-basi dengan lantang mengucapkan selamat ulang tahun yang kelima puluh untuk Slash di twitter-nya.Sampai di sini tentunya tanda-tanda berakhirnya perseteruan antara Axl dan Slash sudah mulai jelas terlihat.

image
Happy birthday @Slash May you enjoy 50 more!! (Photo: @deljamesgang / Twitter)

Namun setelah itu, mereka kembali menutup rapat-rapat rahasia besar yang tengah berlangsung. Frank Ferrer, sang drummer, hanya memberi bocoran ‘standard’ kepada host radio, DJ Mitch Lafon, “Ada banyak hal yang sedang kita kerjakan. Dan bila saatnya tiba bagi kami untuk mengumumkan sesuatu.Seluruh dunia akan mengetahuinya.”

Sang bassist, Tommy Stinson, yang telah resmi menyatakan keluar dari Guns N’ Roses, mengatakan kepada website The Current bahwa ia berharap agar formasi klasik Guns N’ Roses bisa bersatu lagi.“(Reuni) itu sesuatu yang bagus.Dan saya berharap itu bisa berjalan dengan baik buat mereka, jika seandainya itu terjadi.”

Di bulan November, bassist Motley Crue, Nikki Sixx, menjawab pertanyaan seorang fans di twitter apakah Axl Rose dan Slash bersatu kembali. “Mereka (bersatu lagi).Semua orang tahu.” Mengingat kedekatan Nikki dengan DJ Ashba yang juga gitaris di band bentukannya, Sixx:A.M., banyak orang yang menanggapi pernyataan ini sebagai informasi ‘orang dalam’ yang layak dipercaya.

Tanda-tanda reuni semakin jelas di bulan Desember tatkala website Guns N’ Roses kembali memasang logo pistol dan mawar yang gambar aslinya didesain oleh Slash dan menjadi trademark klasik Guns N’ Roses. Dan di saat yang sama, trailer Welcome to the Jungle diputar di bioskop-bioskop Amerika. Tak ada keterangan apapun dalam snippets hitam putih yang menampilkan keriuhan penonton di konser Guns N’ Roses tersebut.

Guns N’ Roses official 2016 tour teaser video

Jeritan khas Axl Rose di lagu Welcome to the Jungle terdengar begitu mencekam lewat pengeras suara berteknologi mutakhir Dolby Atmos 3D dalam gedung bioskop, “D’you know where the f@#k you are??!!?… You’re in the jungle baby. Wake up!!! Time to diiiiieeee…” Mungkin hanya suatu kebetulan saja, trailer itu sengaja diputar sebelum film Star Wars, The Force Awakens dimulai. Seperti judul film tersebut, Axl Rose seolah ingin ‘membangunkan’ publik Amerika bahwa ‘the force has awaken,’ Guns N’ Roses telah bangkit kembali.

Dan kepingan terakhir puzzle the road to reunion tentu saja dibuka oleh Guns N’ Roses sendiri. Pada 4 Januari 2016, Guns N’ Roses merilis pernyataan pers yang mengkonfirmasi posisi mereka sebagai headliner di Coachella.

Bukan sembarang pagelaran, Coachella dianggap sebagai salah satu festival musik terbesar di dunia. Berlangsung di Coachella Valley, Indio, California, festival ini setiap tahunnya berhasil mendatangkan tak kurang dari 200.000 penonton.

Beginilah kira-kira bunyi pers release yang ditunggu-tunggu puluhan juta fans Guns N’ Roses di seluruh dunia itu, “Dengan mengusung tradisi sebagai band yang selalu menggemparkan dunia selama tiga dekade, menciptakan trend, dan mengganti wajah rock n’ roll untuk selamanya, Guns N’ Roses mengumumkan peristiwa musik paling penting dan paling ditunggu-tunggu di abad ini. Sang pendiri Axl Rose dan mantan anggota (Guns N’ Roses) Slash dan Duff McKagan akan bersatu kembali sebagai headline di Coachella Music & Arts Festival (15-17 April & 22-24 April).”

image
Guns N’ Roses, Coachella 2016 (Photo: Reduto do Rock)

SEPERTI biasa, tak ada konferensi pers untuk merayakan kembalinya Slash dan Duff, walaupun berita mengenai reuni Guns N’ Roses bertengger di puncak trending topik di seluruh dunia. Axl Rose yang dijadwalkan tampil di acara Jimmy Kimmel Live! Tonight keesokan harinya, untuk membahas soal penampilan Guns N’ Roses di Coachella dan rencana stadium tour selama musim panas di Amerika Utara, juga urung hadir dengan alasan, “karena suatu hal yang tak terduga.”

Biarlah musik yang berbicara, mungkin begitulah prinsip yang dipegang Guns N’ Roses. Tanpa banyak basa-basi, mereka langsung mengumumkan jadwal tour di 20 kota di Amerika Utara dalam konser yang dinamai Guns N’ Roses Not In This Lifetime.

Konser perdana reuni Guns N’ Roses yang diumumkan hanya dari mulut ke mulut saja di Troubadour pada 1 April menjadi bukti bahwa mereka masih punya chemistry dan stage presence yang sama, yang membuat Guns N’ Roses berjaya di tahun 90-an.

image
Guns N Roses April Fool’s Show, Troubadour 1 April 2016 (Photo: Katarina Benzova)

Saking bersemangatnya bisa beraksi kembali bersama sahabat-sahabat lama, Axl mengalami patah kaki karena tergelincir di atas panggung saat konser April’s Fool di Troubadour tersebut. Namun dengan sikap ksatria, ia masih tetap bernyanyi sampai konser selesai walau harus menahan sakit.

Tak ingin membuat kecewa ribuan fans yang telah membeli tiket, Axl mem-posting sebuah link video di akun twitter-nya yang berisi rekaman dokter yang menjelaskan kondisi patah kakinya dan memastikan bahwa dirinya masih bisa tampil dalam konser sesuai jadwal.

“Inilah yang terjadi bila melakukan sesuatu yang tak pernah Anda lakukan (lagi) selama lebih dari 23 tahun,” cuit Axl di twitter-nya.

Walhasil, enam konser pertama Guns N’ Roses Not In This Lifetime, terpaksa harus dijalani Axl dengan kaki terbalut gypsum, yang membuatnya lebih banyak duduk sepanjang konser. Beruntung, Dave Grohl, vokalis Foo Fighters, yang pernah bernasib sama mau berbaik hati meminjamkan kursi singgasananya, sehingga Axl Rose masih terlihat gagah di atas panggung.

image
Guns N’ Roses, Coachella 2016 (Photo: Kevin Winter / Getty Images)

TAHUN 2016 bisa dibilang sebagai tahun yang cemerlang bagi Guns N’ Roses, khususnya bagi Axl Rose. Ia kembali menjadi bahan perbincangan ketika namanya muncul sebagai pengganti Brian Johnson, vokalis AC/DC, yang harus menarik diri dari dunia musik karena pendengarannya mengalami gangguan.

Beberapa saat sebelum konser Guns N’ Roses dimulai di Coachella, AC/DC mengeluarkan pernyataan resmi bahwa Axl Rose akan menggantikan posisi Brian Johnson untuk menyelesaikan jadwal tur AC/DC Rock or Bust yang masih tersisa.

Penonton konser Guns N’ Roses yang hadir di Coachella pun mendapatkan kejutan istimewa tatkala Axl Rose mengundang Angus Young, sang gitaris AC/DC, untuk naik ke atas panggung. Dengan kostum ‘old school’ kebesarannya, Angus memimpin Slash dan kawan-kawan mengiringi Axl menyanyikan Whole Lotta Rossie.

Tak perlu heran bila vokal Axl Rose terasa begitu pas mengisi nomor lawas AC/DC yang aslinya dibawakan oleh mendiang Bon Scott ini, karena Guns N’ Roses sering membawakan lagu ini di masa-masa awal club days mereka. Lagu ini juga sempat dicetak dalam vinyl single Welcome to the Jungle edisi UK tahun 1987.

“Should we do another?” tanya Axl ke arah penonton ketika Whole Lotta Rossie usai, yang langsung dijawab serempak oleh ribuan penonton yang gembira menyaksikan aksi Guns N’ Roses bersama Angus Young, “Yeeaahhhh.” Ia pun melanjutkan sambil bergurau, “Your wish is our command.”

Keputusan Angus Young untuk menerima tawaran Axl Rose untuk mengisi posisi yang ditinggalkan oleh Brian Johnson memang tepat. AC/DC butuh vokalis sekaliber Axl Rose untuk menyelamatkan 23 jadwal konser mereka di 2 leg terakhir tour Rock or Bust.

image
AC/DC with Axl Rose performing at the Olympic Stadium in London, June 4, 2016 (Photo: Wikipedia)

Bukan hal yang gampang menjadi frontman di dua band sebesar Guns N’ Roses dan AC/DC, apalagi dua-duanya sama-sama punya jadwal tour yang bergulir dalam kurun waktu yang hampir bersamaan.

Namun urusan membawakan lagu orang atau menggarap cover version bukan barang baru Guns N’ Roses. Siapapun pasti ingat bagaimana dahsyatnya lagu Knockin’ on Heaven’s Door atau Live and Let Die ketika didaur ulang oleh Guns N’ Roses.Saking populernya lagu-lagu tersebut di tangan Guns N’ Roses, sampai banyak orang yang lupa siapa penyanyi aslinya.

Axl Rose tak banyak merubah nada ketika membawakan lagu orang karena ia ingin memberikan penghormatan kepada penyanyi aslinya, tapi caranya bernyanyilah yang membuat lagu-lagu tersebut menjadi lebih istimewa, lebih bertenaga.

Penampilan Axl Rose selanjutnya bersama AC/DC begitu memukau, apalagi setelah cedera kakinya pulih. Kharismanya di atas panggung dan kualitas vokalnya menunjukkan kelasnya sebagai rock n’ roll superstar, salah satu frontman terbaik yang pernah menyentuh mikrofon.

Sekitar 7.000 fans dilaporkan menarik kembali uangnya karena tak ingin melihat pertunjukan ‘karaoke’ AC/DC bersama Axl Rose. Namun jumlah itu mungkin hanya seperti a drop from the bucket dari ratusan ribu penonton yang puas menonton pertunjukan AXL/DC.

Mereka yang mengikuti perjalanan Axl Rose setelah reuni tentunya menemukan ada satu hal yang begitu berbeda antara Axl Rose ‘yang sekarang’ dengan Axl Rose di era 90-an. Kini tak pernah lagi terdengar wild tantrum mood swing-nya yang membuat ketar-ketir orang-orang disekelilingnya. Yang sering diberitakan sekarang adalah Axl Rose yang ceria, yang sering melontarkan joke-joke segar, baik itu di atas panggung atau di luar panggung.

Tak pernah lagi terdengar ranting yang dulu menjadi trademark Axl Rose di era tour Use Your Illusion, ketika ia mengungkapkan makian atau sumpah serapah dari atas panggung kepada siapa saja yang membuatnya kesal saat itu.

Dan Axl Rose kini hampir selalu tepat waktu untuk naik ke atas panggung, baik itu saat bersama Guns N’ Roses atau bersama AC/DC.Penonton pun tak perlu lagi khawatir harus menunggu dua sampai tiga jam seperti yang dulu biasa terjadi.

Well, mungkin memang benar bila dikatakan bahwa waktu bisa mendewasakan hati seseorang. Seperti sepenggal lirik yang ditulis Axl Rose sendiri di lagu November Rain:

But if you could heal a broken heart
Wouldn’t time be out to charm you

image
Axl Rose (Photo: Katarina Benzova)

MUNGKIN tak berlebihan untuk menyebut konser Guns N’ Roses Not In This Lifetime sebagai konser paling ditunggu abad ini. Hampir di setiap konser yang mereka lewati selalu sold out, bahkan di beberapa kota mereka manggung dua kali di venue yang sama karena permintaan yang terus membludak.

Menurut catatan box office, tiket yang terjual dari 74 konser mereka di Amerika Utara, Amerika Latin, Asia, Australia, dan Eropa, telah mencapai nilai USD340 juta. Nama Guns N’ Roses pun masuk dalam 10 besar artis dengan pendapatan konser terbesar sepanjang masa.

Sampai konser pamungkas mereka yang dijadwalkan akan berlangsung di The Forum, Inglewood, California pada 29 November mendatang, Guns N’ Roses akan mengemas total 130 pertunjukan dalam kurun waktu dua puluh bulan.

Guns N’ Roses Not In This Lifetime bukanlah konser untuk menggenjot penjualan album, mengingat album terakhir mereka dirilis delapan tahun silam. Guns N’ Roses tak memerlukan hits-hits baru untuk mengundang penonton memenuhi stadion. Appetite for Destruction menduduki peringkat kedua sebagai album tahun 80-an yang paling banyak di-streaming di Spotify, sementara Sweet Child O’Mine sendiri telah di-streaming sebanyak 250 juta kali.

Yang mereka perlukan adalah bersatunya kembali Axl Rose dan Slash di atas panggung menyuguhkan aksi-aksi rock n’ roll penuh magis seperti yang mereka tampilkan di panggung tour Use Your Illusion dua dekade silam, membawakan nomor-nomor andalan mereka yang telah menyandang predikat sebagai lagu-lagu classic rock.

image
Axl Rose and Slash, New Era Field Orchard Park, NY, 16 August 2017 (Photo: Katarina Benzova)

Konser reuni ini adalah momen yang paling ditunggu-tunggu oleh jutaan penggemar di seluruh dunia.Fans-fans yang dulu tak sempat melihat konser Guns N’ Roses di masa kejayaan mereka di tahun 90-an, yang dulu hanya puas menonton aksi para gunners lewat video beta atau kepingan laser disc.

Ditambah lagi penggemar-penggemar dari generasi selanjutnya, yang jatuh cinta pada Guns N’ Roses setelah melihat dan mendengar koleksi DVD atau CD orang tua mereka. Sungguh mengagumkan melihat begitu banyaknya remaja usia belasan, beberapa bahkan masih anak-anak, berbondong-bondong dengan penuh semangat ingin menyaksikan langsung konser Guns N’ Roses Not In This Lifetime. Mereka bahkan belum lahir saat Sweet Child O’Mine diputar setiap hari di MTV.

Namun di balik gegap gempita kesuksesan tour Not In This Lifetime, rasa penasaran masih menggelayuti benak fans Guns N’ Roses. Ada cerita apa dibalik bersatunya kembali Axl Rose dan Slash?

Sebuah program acara televisi Brazil, Fantastico Globo, menjadi satu-satunya media yang berhasil mendapatkan kesempatan wawancara eksklusif dengan Guns N’ Roses. Dalam wawancara yang direkam sebelum konser Guns N’ Roses di Camping World Stadium, Orlando pada 29 Juli 2016 tersebut, sang presenter bertanya kepada Axl Rose tentang apa yang menjadi driving force yang membuat mereka (Axl Rose, Slash, dan Duff) kembali bersama.

Axl Rose pun mulai mengisahkan tentang perbincangannya dengan Paul Tollett, sang pemrakarsa festival Coachella, untuk membahas kemungkinan Guns N’ Roses menjadi headliner di festival musik terbesar di Amerika Serikat tersebut. Sambil bercanda ia menceritakan bagaimana awal mulanya ia menghubungi Slash.

“Saya meminta anak buah saya untuk mulai bicara dengan orang-orang (promotor Coachella, agensi pertunjukan) untuk melihat segala kemungkinan. Dan ketika (kemungkinan untuk konser reuni) terlihat semakin jelas, aku mengirim pesan ke Fernando untuk meminta nomor telepon Slash. Fernando mengirim pesan ke ibunya (Beta Lebeis), dan ibunya menelponku, ‘kalau ini hanya lelucon belaka, aku akan membunuhmu.’”

Wawancara Axl Rose dan Duff Mckagan dengan Fantastico Globo

Prediksi Paul Tollett terbukti tepat. Empat show pertama Guns N’ Roses Not In This Lifetime di Las Vegas dan Coachella sukses besar. Sempat tersiar kabar bahwa Guns N’ Roses mendapat bayaran hingga USD26 juta hanya untuk empat konser pertama mereka tersebut.

Dengan angka yang fantastis tersebut, nada-nada sumbang pun bermunculan, mengatakan bahwa ada motivasi finansial di balik konser reuni Guns N’ Roses.

Tom Zutaut, artist and repertoire (A&R) nomor satu Geffen Record, yang telah mengawal Guns N’ Roses sejak pembuatan album Appetite for Destruction hingga saat-saat awal pembuatan album Chinese Democracy, mengutarakan pendapatnya kepada majalah Classic Rock.

“Axl Rose tak pernah melakukan sesuatu demi uang seumur hidupnya.Begitu juga dengan Slash atau Duff.Tetapi ketika pecinta musik di seluruh dunia begitu berharap melihat Anda kembali, dorongan untuk melakukannya begitu sukar untuk ditahan.Apalagi ketika AEG melambaikan bundelan-bundelan uang ke arahmu. Coachella bisa dibilang sebagai festival terbesar dan berpengaruh di dunia… Tiba-tiba mungkin mereka merasa sudah tepat (waktunya) untuk mencoba melakukannya (reuni).”

Let’s put it this way, apa yang Guns N’ Roses peroleh sekarang adalah imbalan atas jerih payah yang seharusnya mereka petik dulu setelah mereka sampai di puncak kejayaan di tahun 90-an. Sesuatu yang telah dinikmati oleh band-band yang sudah lewat masa prime time-nya namun masih tetap ‘akur’ seperti the Rolling Stones, U2, dan Metallica. Apa yang terjadi dengan Guns N’ Roses adalah mereka keburu ‘bubar’ sebelum sempat melakukan victory lap dan naik podium untuk mengambil trophy kemenangan.

image
Guns N' Roses celebrate their Michael Jackson Video Vanguard Award for "November Rain" at the MTV Video Music, 10 September 1992 (AP Photo/Kevork Djansezian)

TERLEPAS dari konser reuni dan soal bayaran yang fantastis, yang terpenting bagi personel Guns N’ Roses sendiri tentunya adalah kembali bersatunya mereka, terutama membaiknya hubungan antara Axl Rose dan Slash. Seperti yang diutarakan oleh Duff McKagan kepada stasiun radio Amerika, Wind FM, di bulan Juni 2015.

“(Konser reuni) itu bisa saja terjadi dan bisa juga tidak. Dan saya kira akan menjadi sesuatu yang indah, bila suatu hari nanti kami bisa rukun kembali, itu yang pertama dan paling penting. Itu saja sudah cukup bagus.”

Menyanyi adalah pekerjaan seni yang banyak berhubungan dengan hati dan perasaan. The raspy screaming power house-nya, yang menjadi trademark Axl Rose dan di tahun 90-an sempat membuat gentar vokalis-vokalis rock lain di seantero jagad, kini kembali terdengar membahana di setiap stadion yang dilewati tour Guns N’ Roses Not In This Lifetime.

image
Guns N’ Roses Not In This Lifetime, Olympic Stadium London, 16 June 2017 (Photo: Katarina Benzova)

Axl memang dikabarkan melakukan latihan vokal sebagai persiapan untuk menghadapi konser Not In This Lifetime dan penampilannya bersama AC/DC. Tapi darimana ia mendapatkan energi untuk bisa bernyanyi seperti itu kalau bukan karena rasa senangnya bisa berkumpul dan manggung lagi bersama sahabat-sahabat lamanya.

Sampai disini rasanya semakin jelas bahwa bukan uang semata-mata sebagai the driving force dibalik konser reuni Guns N’ Roses Not In This Lifetime.

Axl Rose juga manusia biasa, yang punya rasa rindu ingin bertemu kembali dengan sahabatnya setelah sekian lama tidak berjumpa.Kebencian yang mungkin dulu pernah memenuhi hatinya lambat laun telah sirna seiring berjalannya waktu.

Dalam perayaan acara Revolver Golden Gods Awards di bulan April 2014, Axl Rose menerima penghargaan Ronnie James Dio Lifetime Achievement Award dari majalah rock terkemuka Amerika, Revolver. Dengan mata berbinar,Axl Rose menceritakan persahabatannya yang terjalin kembali bersama Duff McKagan, yang juga tampil bersama Guns N’ Roses di acara tersebut.

“Dia (Duff) berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memainkan bagiannya (bass) dan dia senang memainkan lagu-lagu baru dari Chinese Democracy. Dan anda tahu, sungguh sangat menyenangkan ketika kami berbincang membahas sesuatu dari (album) Illusions. Ada hal-hal yang ia lupa, ada hal-hal yang aku lupa. Kami seperti saling melengkapi ingatan masing-masing.”

Sejak hengkang dari Guns N’ Roses di tahun 1997, Duff tak pernah bertemu dengan Axl Rose, sampai guratan takdir menuliskan bahwa mereka akan bertemu kembali secara tak sengaja di sebuah hotel di London tiga belas tahun kemudian.

Duff yang waktu itu pergi ke London untuk rapat bisnis bersama rekan-rekan Wall Street-nya tak tahu menahu kalau Guns N’ Roses akan tampil di London O2 Arena. Manager hotel tempatnya menginap sempat bertanya kepada Duff apakah ia akan tampil bersama Guns N’ Roses, yang tentu saja dijawab tidak oleh Duff. Sang manager kemudian memberitahukan bahwa kamar Axl Rose tepat bersebelahan dengan kamarnya.

Berita mengenai keberadaan Duff di hotel itu sampai juga ke telinga Axl Rose.Keesokan harinya, telepon di kamar Duff berdering.Saat diangkat ternyata itu telepon dari tour manager Guns N’ Roses yang mengabarkan Duff bahwa Axl ingin menemuinya.Akhirnya bertemulah dua sobat lama ini, dan mereka pun saling berpelukan setelah sekian lama tak berjumpa.

Axl Rose juga mengajak Duff untuk datang menonton konser Guns N’ Roses. Dan belum surut rasa kagetnya bisa bertemu lagi dengan Axl Rose, Duff pun kembali tercengang saat di tengah show seorang crew menyodorkan bass sambil menyampaikan pesan dari Axl Rose agar ia naik ke atas panggung untuk memainkan beberapa lagu.

Jiwa punk di tubuh ‘The Ever Steady’ Duff masih mengalir deras.Tanpa ragu ia maju ke atas panggung, walau sedikit kikuk karena sudah lama tak memainkan lagu-lagu Guns N’ Roses. Ia pun terpaksa harus melirik ke arah Bumblefoot untuk melihat chord yang dimainkannya saat Guns N’ Roses membawakan You Could be Mine.

Semenjak peristiwa itu, hubungan Axl Rose dan Duff mulai membaik.Empat tahun kemudian, saat Guns N’ Roses melakukan tour di Amerika Selatan, Duff pun diminta untuk menggantikan untuk sementara posisi Tommy Stinson, yang waktu itu tengah sibuk tour dengan bekas groupnya dulu, The Replacements.

image
Duff McKagan and Axl Rose, Werchter Festival Park, Belgium 24 June 2017 (Photo: Katarina Benzova)

BERBEDA halnya dengan Duff, retaknya hubungan Axl Rose dan Slash mungkin lebih rumit hingga butuh waktu lebih lama untuk memperbaikinya. Mungkin banyak yang tak menyadari bahwa sesuatu yang membuat ‘keajaiban’ terjadi saat Axl Rose dan Slash berkolaborasi baik di studio atau di atas panggung adalah juga yang membuat mereka harus berpisah dulu.

Siapapun yang menyaksikan langsung saat untuk pertama kalinya dua orang tersebut masuk studio untuk melakukan rehearsal, bisa merasakan seolah ada petir yang menyambar di tempat itu saat Axl Rose membuka suaranya di depan mikrofon dan Slash mulai menyayat gitarnya.

image
Axl Rose and Slash perform onstage for the second time with the "Appetite for Destruction" lineup at the Stardust Ballroom, Los Angeles, 28 June 1985 (Photo: Marc Canter)

Seperti terjadinya halilintar di awan saat hujan badai datang melanda, keduanya membawa muatan yang berbeda, positif dan negatif, yang saling talik menarik hingga akhirnya bertabrakan dan akhirnya melepaskan kilat. Itulah cikal bakal sumber energi Guns N’ Roses (nowlet that one ringing for a while in your ears…)

Badai memang tak pernah berlangsung lama.Delapan tahun lamanya badai Guns N’ Roses melanda dunia ini, sejak mereka pertama kali muncul di Hollywood pada 1985 hingga tour Use Your Illusion berakhir di tahun 1993. Dan selanjutnya adalah sejarah…

Slash adalah orang yang paling dulu menyadari hal ini. Dalam sebuah wawancara di tahun 1988, secara tidak langsung Slash menjelaskan tentang bagaimana chemistry antara dirinya dengan Axl Rose tercipta.

“Hubungan antara lead singers dan lead guitar players itu sangat sensitif, volatil (cepat berubah). (Hubungan) itu sangat intens.Ada naik turunnya, selalu ada perdebatan besar dan (perubahan) mood swing. Vokalis dan lead guitar player itu sangat temperamental, masing-masing ingin melakukan sesuatu dengan caranya sendiri.”

“Untuk menjadi seorang lead guitar player atau seorang vokalis Anda harus punya ego yang besar! Namun di tengah-tengah ketegangan dan bentrokan-bentrokan itu ada chemistry. Dan bila chemistry-nya tepat, seperti yang terjadi antara Axl dan saya, maka akan tercipta sesuatu…sebuah percikan, atau kebutuhan… yang membuat (chemistry) itu terus terjalin. Tapi Anda juga bertengkar…”

Kemudian di tahun 1991, Slash juga mengungkapkan tentang ‘rahasia’ chemistry antara dirinya dan Axl Rose yang membuat Guns N’ Roses menjadi besar. “Saya dan Axl begitu berlawanan, hingga kami saling tertarik satu sama lain. Pertengkaran terbesar (di Guns N’ Roses) adalah antara saya dan Axl.Tetapi itu juga yang membuat semua ini terjadi.”

image
Skin N’ Bones Tour, Stockholms Stadion, Sweden June 12th 1993 (Photo: Pinterest)

Dengan usia yang makin bertambah, keduanya, Axl Rose dan Slash, tentunya telah mengkoreksi diri mereka masing-masing. Perpisahan, walaupun pahit, kadang membuat orang lebih bijaksana dalam menyikapi sesuatu. Dan ketika berpisah pula, orang jadi memiliki waktu untuk menyelami apa yang sesungguhnya terjadi di masa lalu.

Satu hal yang patut dipuji dari Slash, di masa-masa ‘perang dingin’ saat ia tak pernah lagi menjalin kontak dengan Axl Rose, adalah ia berusaha untuk tidak terjebak melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepada Axl, yang bisa dimanfaatkan media untuk memperkeruh suasana.

Slash juga keberatan bila orang lain di luar Guns N’ Roses memberikan komentar buruk kepada Axl Rose. Bila ia mengkritik Axl Rose dalam buku autobiografinya, itu karena dirinya telah berurusan langsung dengan Axl selama bertahun-tahun. Ia juga menekankan bahwa apapun yang dilakukan Axl, maka ia pasti memiliki alasannya sendiri yang, ‘as valid as mine.’

Slash mungkin pernah kecewa ketika ia pernah ‘diusir’ oleh security hotel dari kamarnya saat ingin melihat konser Guns N’ Roses di acara malam tahun baru di Hard Rock Hotel & Casino Las Vegas pada 2002.

Atau di saat-saat kelam dalam hidupnya, ketika dalam keadaan mabuk, ditemani istrinya (waktu itu), ia memutuskan pergi ke rumah Axl Rose di Malibu dan meninggalkan secarik kertas kepada asisten Axl yang berbunyi, “Let’s work this out. Call me – Slash.”

Namun di hati kecilnya, ia masih punya setitik keyakinan bahwa persahabatannya dengan Axl tak akan sirna begitu saja. “Saya (pernah) punya ikatan yang kuat dengan Axl.Jadi hanya sedikit lempar-lemparan lumpur tak akan bisa menghapuskannya.”

image
Axl Rose and Slash in LA, August 1987 (Photo: Jodi Summers)

Di depan publik, yang lebih sering terdengar adalah pujian Slash yang dialamatkan untuk Axl Rose. “Apapun tentang Axl sebagai seorang performer dan vokalis datang dari kepribadiannya. Jadi hal-hal yang membuatnya gila atau hal-hal yang menyulitkan dirinya, pada waktu yang sama, hal itu juga yang menciptakan bakatnya.”

Ia pun mencoba menjelaskan bagaimana uniknya karakter Axl Rose, seperti yang diutarakannya kepada Teamrock.com pada Mei 2015.

“Hubungan saya dengan Axl (dulu) selalu menantang tetapi juga menarik.Axl adalah orang yang meledak-ledak secara kreatif.Masalahnya, itu berarti kehidupan pribadinya juga memiliki kesulitan-kesulitan tersendiri.Apa yang anda dengar lewat suaranya, dan apa yang Anda baca dalam lirik lagunya, adalah kejujuran yang sampai ke dalam tulangnya (bukan ke hati lagi). Seekstrem lagu-lagunya, seperti itu juga kehidupan aslinya.”

“Saya berbeda, ketika bermain (gitar) saya cukup hardcore; bila tidak sedang bermain, saya orang yang easygoing. Saya mengekspresikan diri lewat gitar dan hanya saat itulah (bermain gitar) saya betul-betul ingin mengucapkan sesuatu.Tetapi Axl adalah seratus persen Axl di setiap waktu.Dia selalu ekstrem (dulu).Namun entah bagaimana kami bisa melakukan sesuatu (bersama).”

“Izzy sangat penting (waktu itu) karena ia dan Axl punya sejarah (bersama) yang panjang. Begini sebenarnya, saya dekat dengan Izzy dan Izzy dekat dengan Axl, karena itu saya berurusan dengan Axl melalui Izzy.”

Tak ada yang tahu persis apa yang sesungguhnya terjadi antara Axl Rose dan Slash, selain mereka berdua, saat mereka berpisah dua puluh tahun silam, hingga Axl terkesan begitu membenci Slash dalam masa-masa ‘perang dingin’ tersebut. Dalam wawancara via e-mail dengan Billboard pada 2009, Axl Rose bahkan bersumpah bahwa salah satu dari mereka (ia dan Slash) harus mati terlebih dahulu sebelum terjadinya reuni.

Namun vokalis berhati baja ini juga punya sisi lembut dihatinya. Adalah seorang Axl Rose yang menulis sebaris lirik indah yang diabadikannya dalam lagu November Rain,

‘Cause nothin’ lasts forever
And we both know hearts can change…

image
Axl Rose (Photo: Katarina Benzova)

Tak ada salahnya untuk ‘menjilat ludah sendiri’ bila itu untuk tujuan yang baik. Beberapa tahun berselang, api kebencian itu terlihat mulai padam, walau belum sepenuhnya. Fans Guns N’ Roses tentunya masih ingat rekaman video Axl Rose dengan beberapa orang fans di tahun 2011, saat Axl menceritakan sebuah lelucon tentang Slash di zaman kejayaan masa muda dulu.

Ricky Warwick, vokalis Thin Lizzy, yang berteman dengan Axl saat Thin Lizzy menjadi grup pembuka Guns N’ Roses tahun 2012, pun mengatakan kepada majalah Classic Rock bahwa Axl cukup realistis dalam menyikapi kemungkinan untuk reuni.

Butuh waktu delapan belas tahun hingga akhirnya dua kutub yang saling berlawanan itu bisa bersatu lagi, ‘till the dust settle off completely. Terlalu lama memang bad blood paling tersohor dalam sejarah musik rock ini berlangsung.

Seperti kata Slash sendiri, “it was probablyway overdue.” Tapi mungkin juga inilah saat yang tepat.Sebagai musisi berbakat, keduanya telah sama-sama membuktikan eksistensinya masing-masing.Walaupun resminya Chinese Democracy adalah album Guns N’ Roses, tetapi banyak yang berpendapat bahwa album yang fenomenal itu seperti ‘album solo’ Axl Rose.

Begitu pula halnya dengan Slash. Mungkin sudah tak terhitung betapa banyak hits yang lahir dari tangannya pasca keluar dari Guns N’ Roses, dalam berbagai format group maupun kolaborasinya dengan artis-artis lain. Beragam penghargaan juga telah disematkan pada Slash atas dedikasinya di dunia musik rock.

Bila mereka merasa masih ada yang kurang dalam pencapaian mereka, tentu saja salah satunya adalah sudah tiba waktunya bagi mereka untuk memperbaiki hubungan yang telah lama terputus.

image
Axl Rose and Slash, Mercedes Benz Superdome, New Orleans, 31 July 2016 (Photo: Katarina Benzova)

Konser reuni adalah sebuah konsekuensi logis dari mencairnya kembali hubungan Axl Rose dan Slash. Dunia pun kembali dilanda badai Guns N’ Roses Not In This Lifetime. Namun berbeda dengan sebelumnya, badai kali ini diiringi ‘berkah’. Berkah bagi Guns N’ Roses dan bagi jutaan fans yang telah menunggu bertahun-tahun untuk melihat bersatunya kembali dua pasangan klasik rock ini. The wait is over…

Dengan bersatunya kembali Axl Rose dan Slash, secara tidak sengaja, The Most Dangerous Band in the World telah menyampaikan pesan perdamaian ke seluruh dunia. Begitulah, sejarah memang tak pernah berbohong ketika mencatat bahwa kebencian dan permusuhan akan selalu mendatangkan bencana, sementara perdamaian akan selalu membawa berkah… Bless indeed come along with peace.

image
Guns N’ Roses Not In This Lifetime, Qualcomm Stadium, San Diego (Photo: Katarina Benzova)

Special thanks to Rossie Borrelli (Slash News) for her awesome GNR photo collection

Reference:
Slash with Anthony Bozza
Mick Wall, The True Story of Guns N’ Roses
Mark Putterford, Over the TopThe True Story of Guns N’ Roses
Classic Rock, Guns N’ Roses The Complete Story
Classic Rock, Guns N’ Roses The Second Coming
Marc Canter, Reckless Road Guns N’ Roses and the Making of Appetite For Destruction